Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Dampak Tidak Adanya Imam


Doktor Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid mengatakan :
"Ketiadaannya imam adalah menjadi sebab munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim bahwa dirinyalah yang berhak dibaiat dan menjadi imam. Kelompok-kelompok ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang mendasar, yaitu :
1. Kelompok pertama
Mengatakan : "Sesungguhnya orang yang meninggalkan baiat adalah kafir". Lalu mereka menetapkan kepemimpinan bagi dirinya. Sedang orang yang tidak membaiatnya adalah kafir. Menurut pandangan mereka. Ucapan ini tidak benar, sebab Ali bin Abi Thalib -salah seorang yang diberi kabar akan masuk surga- beliau tiadak membaiat Abu Bakar selama kurang lebih
setengah tahun[1], dan tidak seorang sahabatpun yang mengatakan tentang kekafirannya selama beliau meninggalkan baiat.
2. Kelompok kedua
Mengatakan :"Sesunguhnya baiat adalah wajib, barangsiapa yang meniggalkannya berarti dosa". Dari sinilah mereka menetapkan seorang amir bagi diri-diri mereka, sehingga gugurlah dosa – dosa tadi dari mereka ketika membaiatnya. Padahal yang benar adalah bahwa dosa meninggalkan baiat tidak menjadi gugur dengan cara membaiat amir tersebut. Karena baiat yang wajib dan berdosa orang yang meninggalkannya ialah baiat terhadap imam (pemimpin) muslim yang menetap di bumi dan menegakkan khhilafah Islamiyyah dengan syarat-syarat yang benar.[2]
3. Kelompok ketiga
Adalah mereka (kaum muslimin) yang tidak membaiat seorangpun. Mereka mengatakan : "Sesungguhnya meninggalkan baiat adalah berdosa, tetapi baiat adalah hak seorang pemimpin muslim yang tinggal di bumi (walau) kenyataannya tidak ada di masa sekarang".
Menurut keyakinanku, “kelompok ketiga inilah yang berada di atas kebenaran".[3] Dan diantara hal yang menguatkan kebatilan baiat-baiat istitsnaiyyah (pengecualian) yang merupakan perkara baru tentang baiat kepada Amirul Mukminin -walaupun di kala tidak ada Amirul Mukminin- terdapat dalam keterangan para ulama rahimahullah, yaitu disyariatkan dalam baiat berkumpulnya Ahlul Halli wal Aqdi, lalu mereka membentuk keimanan bagi seorang yang memenuhi syarat-syaratnya.[4]

Kesimpulan Dan Tarjih
Jadi yang dimaksud dengan baiat ialah, pemberian janji dari pihak pembaiat untuk mendengar dan taat kepada amir, baik di kala senang atau terpaksa di masa mudah atau sulit, tidak menentang perintahnya dan menyerahkan segala urusan kepadanya.[5]

PERINGATAN
Dari keterangan yang telah lewat, kita mendapatkan dua perkara yang penting, yaitu :
1.  Baiat tidak ada kecuali kepada Amirul Mukminin saja.
2. Ketaatan (kepada Amirul Mukminin) muncul dari baiat yang hanya diberikan kepadanya saja.
Oleh karena itu batallah.[6] Semua baiat yang diberikan kepada seseorang (bukan Amirul Mukminin) bagaimanapun bentuknya, baik ketika ada imam atau tidak ada, ada seorang atau lebih.





[1]  Dan ini tidak benar secara mutlak, lihat perinciannya dalam kitab Tahdzir Al -Abqari min Muhadharat al -
Khudhari (I/198) karya Al -Syaikh Muhammad al -Arabi al-Tibyani.
[2]  Walaupun dia (khilafah) berlaku zhalim. Dan ini adalah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Sebagaimana
dalam kitab Syarh 'Aqidah al -Thahawiyyah, hal.379.
[3]  Maatsirul Anafa h fi Ma'alim al -Khilafah (I/39) al –Qalqasynadi.
[4]  Al-Furqan Baina al -Kufri wa al -Iman, hal.64, Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid.
[5]  An-Nizham as-Siyasi fi al-Islam, hal.299-300, Abdul Qadir Ani Haris.
[6]  Maka wajib bagi orang yang terkungkung dengan baiat -baiat bid'ah seperti ini untuk meninggalkan dan
mebatalkannya. Karena baiat tersebut batil. Selain demi menjaga agama dan untuk mengikutinya.

0 komentar: