Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Kebiasaan Nurhasan Ubaidah Lubis

Sekitar tahun 1941-an sepulang Al Imam Nurhasan Ubaidah Lubis (Madigol) dari mukimnya selama 10 tahun di Makkah, saat itulah masa awal dia menyampaikan ilmu Hadist manqulnya. Selain itu juga ia biasa melakukan kawin cerai, terutama mengincar janda-janda kaya. Kebiasaan itu benar-benar ia tekuni hingga mati (1982 M).

kebiasaan lainnya adalah mengkafir-kafirkan dan mencaci maki para kyai/ulama yang di luar aliran kelompoknya dengan cacian dan sumpah serapah yang paling keji dan kotor. Dia sering menyebut-nyebut ulama yang kita muliakan yaitu Prof. Dr. Buya Hamka dan Imam Ghozali dengan sebutan (maaf,pen) Prof. Dr. Buya Hamqo dan Imam Ghonzali.

Dan dia juga sangat hobi membakar kitab-kitab kuning pegangan para kyai/ulama NU, kebanyakan dengan membakarnya di depan para murid dan pengikutnya.

Sumber : “Kupas Tuntas Kesesatan & Kebodohan LDII”,  karya M. Amin Jamaluddin. Ketua LPPI

Penipuan Hewan Kurban Dalam LDII


Banyak saksi dari kalangan orang-orang yang integritasnya diakui oleh banyak orang, menyaksikan : banyak kambing kurban dan kambing dam yang dititipkan ke Islam Jamaah/LDII tidak dipotong, tapi diembat duitnya. Hanya beberapa yang dipotong. Saya menyaksikan sendiri di musim haji 2009. Antara jumlah yang nitip dan jumlah kambing yang dipotong teramat sangat jauh. Bahkan orang pusat Islam Jamaah/LDII kediri yang sudah keluar pun akhirnya membocorkan kalo itu semua penuh penipuan. Untuk itu saya nasehatkan kepada seluruh jamaah Islam Jamaah/LDII untuk benar-benar hati-hati dan melihat langsung prosesi penyembelihan kambing kurban dan kambing dam nya. Kalau mau diterima pahala qurban dan sempurna hajinya.

Bagaimanakah Mengenal Mereka (LDII)

Bagaimana Kita Tahu Bahwa Mereka Itu Anggota LDII atau Bukan ?
Mudah, diantaranya adalah :

·         Mereka  mengaku Islam dan isterinya mengenakan jilbab tapi tidak mau sholat berjamaah di masjid umum apalagi diimami oleh orang di luar jamaahnya (LDII).

·         Atau lihat saja di sejumlah kendaraan, jika ada stiker dengan angka 354 maka itu pasti orang LDII, karena simbol angka 354 merupakan simbol dari baiatnya.  

·         Jika ada orang yang bertanya kepada anda,”apakah anda jokam / mbahman ?”, dan pertanyaan yang sejenis lainnya. Maka sudah dipastikan orang yang bertanya itu adalah warga LDII. Karena mereka memiliki panggilan khusus yang hanya diketahui oleh kalangan mereka sendiri.

·         Mereka sering kali menyebut orang – orang di luar jama’ah mereka adalah dengan sebutan ORANG LUAR. Jika orang luar tersebut berada dalam pembinaan mereka, mereka menyebutnya PERAMUTAN.

·         Jika anda memasuki sebuah rumah dan di dalamnya terdapat Bingkai Foto H. Nurhasan (Imam LDII) di dalam rumahnya, maka sudah bisa dipastikan rumah tersebut adalah rumah orang LDII.

·         Jika anda melihat sebuah plang entah itu di jalan atau di sebuah gang yang bertuliskan LDII atau ASAD, maka sudah dipastikan tempat tersebut merupakan kumpulan orang-orang LDII.

·         Begitu pula bila anda adalah seorang pesilat dan anda melihat ada orang yang memakai emblim ASAD, maka sudah dipastikan dia adalah orang LDII.

·         Bila anda pernah mendengar atau bertemu dengan seseorang yang memakai pakaian atau mengaku SENKOM, sudah dipastikan dia adalah orang LDII.

·         Dan masih banyak lagi yang lainnya !

Kebohongan Nurhasan Ubaidah Lubis

Berikut ini adalah bukti kebohongan Imam LDII dalam memanipulasi hadis dengan menyatakan dirinya manqul kepada Rasulullah saw.

Dalam Kitabus-Shalah (kitab tentang salat) hlm. 124 ? 125, yang disusun oleh pemimpin kelompok Islam Jamaah/Lemkari/LDII, Nur Hasan (Madigol) mengutip sebuah hadis dalam kitab Sunan at-Tirmidzi

Dia mengatakan bahwa dirinya manqul dari Nabi Muhammad saw. Adapun hadis tersebut berbunyi (yang artinya), “Telah menceritakan kepada kami, ‘Ubaidah bin Abdil Aziz (Nur Hasan Ubaidah Lubis, pen), telah menceritakan kepada kami, Syekh Umar Hamdan al-Madani al-Makki, dari Sayyid Ali adh-Dhahir al-Witri al-Madani, dari Syekh Abdil Ghani al-Majaddidi, dari ayahnya Abi said, dari Abdil Aziz ad-Dihlawi as-Syah Waliyillah ad-Dihlawi, dari Syekh Abi Thahir al-Kurani, dari ayahnya Syekh Ibrahim al-Kurani, dari Syekh al-Mijahi, dari Syekh Ahmad as-Subki, dari Syekh Najmuddin al-Ghaithi dari Zaini Zakaria dari Al-Iz bin Abdirrahim bin Furaat, dari Syekh Umar bin al-Hasan al-Maraghi, dari Al-Fahr bin Ali bin Ahmad bin Abdil Wahid, dari Syekh Umar bin Thabarzad al-Baghdadi telah berkata, telah menceritakan kepada kami Syekh Abul Fatah Abdul Malik bin Abdil Qasim al-Harawi al-Karrahi telah berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Qadli al-Zahid Abu Amir Mahmud bin Qasim, dan telah menceritakan kepadaku Syekh bin Nashr Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali at-Tiryaqi dan Syekh Abu Bakar Ahmad bin Abdi as-Shamad al-Ghurazi mereka telah berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad Abdul Jabbar bin Muhammad bin al-Jarrah al-Jarrahi telah berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Abdul Abas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub telah berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ya’kub al-Jauzajaani, telah menceritakan kepadaku Shafwan bin shalih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Syuaib bin Abi Hamzah dari Abi Zinad dari Al-’Araz dari abi Hurairah, telah berkata, telah berkata Rasulullah saw., “Sesungguhnya bagi Allah SWT itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama, barang siapa yang menghitungnya pasti dia masuk surga, Dia Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Malik, Al-Qudus, As-Salam, Al-Mukmin, Al-Muhaimin, Al-Aziz, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khalik, al-Baari, Al-Mushawwir, Al-Ghaffar, Al-Qahar, Al-Wahab, Ar-Razzaq, Al-Fattah, Al-Alim, Al-Qabidl, Al-Basit, Al-Khafidl, Ar-Rafi, Al-Muiz, Al-Mudzil, As-Sami, Al-Bashir, Al-Hakam, Al-’Adl, Al-Latif, Al-Khabir, Al-Halim, Al-’Adlim, Al-Ghafur, Asy-Syakur, Al-’Ali, Al-Kabir, Al-Hafid, Al-Muqit, Al-Hasib, Al-Jalil, Al-Karim, Ar-Raqib, Al-Mijib, Al-Waasi, Al-Hakim, Al-Wadud, Al-Majid, Al-Baits, As-Syahid, Al-Haq, Al-Wakil, Al-Qawi, Al-Matin, Al-Wali, Al-Hamid, Al-Muhshi, Al-Mubdi, Al-Muid, Al-Muhyi, Al-Mumit, Al-Hayyu, Al-Qayum, Al-Wajidu, Al-Majidu, Al-Wahidu, Ash-Shamadu, Al-Qadiru, Al-Muktadir, Al-Muqadim, Al-Mu’akhir, Al-Awwal, Al-Akhir, Adh-Dahir, Al-Batin, Al-Wali, Al-Muta’ali, Al-Barru, At-Tawwab, Al-Muntaqimu, Al-’Afuwwu, Ar-Raufu, Maalikul Mulki, Dzul Zalali wal Ikram, Al-Muqsit, Al-Jaami, Al-Ghani, Al-Mughni, Al-Maani, Adl-Dlaru, An-Nafi’, An-Nur, Al-Hadi, Al-Badi’, Al-Baqi, Al-Waritsu, Ar-Rasyid, Ash-Shabur.”

Hadis tersebut aslinya dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, juz 5, h.192, hadis no. 3574, penerbit: Pustaka As-Salafiyah Madinah al-Munawwarah.

Penjelasan

Setelah melakukan peneliteian terhadap buku-buku pegangan kelompok LDII, Lembaga Peneliteian dan Pengkajian Islam (LPPI) menyimpulkan:

Buku-buku pegangan kelompok Islam Jamaah/Lemkari/LDII adalah gelap, artinya, buku itu tanpa penulis dan penerbit. Hanya, di akhir tiap-tiap buku itu tertulis: “Tidak diperjualbelikan, khusus untuk intern warga LDII.” Hal ini bisa dimengerti, mengingat cara penulisannya menyimpang dari pemahaman yang sesungguhnya, tetapi dipahami menurut cara penyusunnya. Oleh karena itu, agar terhindar dari serangan kaum cendekiawan yang ahli, di antaranya mereka menulis dengan cara gelap.

Untuk menguatkan ajaran manqulnya, Nur Hasan mengutip sebuah hadis (tersebut di atas) dalam kitab Sunan at-Tirmidzi juz V h. 192 hadis no. 3574, penerbit Pustaka As-Salafiyah Madinah Al-Munawwarah.

Sanad asli dari hadis tersebut adalah sebagai berikut. Imam At-Tirmidzi menerima dari Ibrahim bin Yaqub al-Jaujaani, Ibrahim menerima dari Shafwan bin Shalih, Shafwan menerima dari Al-Walid bin Muslim, Al-Walid menerima dari Syaib bin Hamzah, Syaib menerima dari Abi Zinad, Abi Zinad dari Al-Araz, Al-Araz dari Abi Hurairah, Abu Hurairah dari Nabi saw. Inilah sanad asli hadis tersebut dalam kitab Imam At-Tirmidzi.

Dalam sanad asli tersebut, sama sekali tidak tercantum nama Nurhasan Ubaidah Lubus (yang dalam kitab-kitab pegangan LDII tercantum dengan nama Ubaidah bin Abdul Azis, untuk meyakinkan anggotanya yang tidak memahami).

Dengan demikian, jelaslah bahwa Nur Hasan telah menambah sanad hadis tersebut dan mencantumkan nama Nur Hasan Ubaidah padanya.

Tambahan nama Nur Hasan bin Abd. Azis (Nur Hasan Ubaidah Lubus) di awal sanad tersebut adalah pemalsuan yang dilakukan oleh Nur Hasan dan tokoh pendukungnya. Begitu juga nama orang-orang yang ditambahkan Nur Hasan setelah namanya tersebut sampai Imam At-Tirmidzi, tidak ada dalam kitab Imam At-Tirmidzi yang asli. Yang ada hanya nama Imam At-Tirmidzi sampai dengan Rasulullah saw.

Syarat harus manqu? dalam menyiarkan Islam tidak pernah ada dalam ketentuan Ilmu hadis.

Nur Hasan mengaku dirinya belajar di perguruan Darul Hadis Mekah al-Mukarramah sekitar tahun 1229 ?- 1941 M/1349 — 1361 H. Apakah benar orang yang bernama Haji Nurhasan al-Ubaidah pernah study di perguruan Darul Hadis?

Sebagai jawaban atas pengakuan tersebut, berikut ini kami kutipkan jawaban Direktur Umum Inspeksi Agama di Masjid Al-Haram As-Syekh Abdullah bin Muhammad bin Humaid pada tahun 1399 H.

Jawaban:

“Perguruan Darul Hadis belum berdiri sebelum 1352 H.” (1932 M, pen). Maka, study Nurhasan al-Ubaidah sebelum lahirnya perguruan tersebut adalah di antara hal yang membuktikan bahwa pengakuannya tidak benar. Setelah kami periksa arsip perguruan Darul Hadis di sana, tidaklah terdapat nama dia sama sekali, hal itu membuktikan bahwa dia tidak pernah study di sana.

Mengenai pertanyaan Saudara, “Dapatkah dibenarkan pendiriannya yang mengharuskan diterimanya hadis-hadis Nabi yang hanya diriwayatkan oleh dia saja?” Dapatlah dijawab bahwa menggunakan periwayatan hadis, sehingga tidak dapat diterima kecuali melalui dia adalah suatu pendirian yang batil. Ini adalah penipuan terhadap umat yang tidak patut dipercaya, sebab riwayat hadis-hadis Rasulullah sudah tercantum dalam kitab-kitab hadis induk yang sahih dan kitab-kitab hadis induk lainnya.

Selanjutnya, dia (Nurhasan) tidak akan sanggup mencakup (menghafal) hadis-hadis Rasulullah saw. walau sekadar sepersepuluhnya (1/10, pen). Oleh karena itu, bagaimana mungkin tidak dibolehkan seseorang menerima hadis-hadis Rasulullah saw. kecuali hanya melalui dia, sedangkan dia pun sudah terbukti tidak pernah study pada perguruan Darul Hadis di Mekah al-Mukarramah. Orang ini sebenarnya hanya pemalsu keterangan, penipu umat, untuk mengajak orang-orang awam masuk ke dalam alirannya.

Mengenai pertanyaan Saudara tentang “Benarkah dia seorang Amirul Mukminin yang dibaiat secara ijmak dan bahwa mengenai amirul mukminin itu telah menunjuk seorang wakilnya, yaitu Haji Nur Hasan al-Ubaidah Lubis, dan adakah legalitasnya yang mewajibkan umat di Indonesia untuk patuh dan taat kepada dia?”

Jawaban:

“Haji Nur Hasan al-Ubaidah mengaku wakil amirul mukminin dan tidak ada orang yang mengangkatnya sebagai wakil. Tetapi, orang ini sebenarnya hanyalah Dajjal (penipu) dan pemalsu keterangan, sehingga tidak perlu dihiraukan dan tidak patut dipercaya, bahkan wajib dibongkar kepalsuannya kepada khalayak ramai serta dijelaskan penipuannya dan keterangan-keterangannya yang palsu supaya khalayak ramai mengetahuinya. Dengan demikian, kita termasuk orang yang berdakwah beramar makruf nahi mungkar, dalam hal ini memerangi aliran-aliran sempalan yang menyesatkan.

Sumber: Diadaptasi dari Bukti Kebohongan Imam Jamaah LDII, Nur Hasan Ubaidah Lubis, Lembaga Peneliteian dan Pengkajian Islam (LPPI)

Aqidah Islam Jama'ah (LDII)


Aqidah Mereka sama dengan kaum Khawarij. Menurut mereka orang yang melakukan dosa besar kekal di dalam neraka. Dan orang-orang yang tidak membai’at imam mereka adalah kafir dan najis. Selain itu mereka mempunyai suatu aqidah yang identik dengan taqiyyahnya orang-orang Syi’ah. 

Mereka menamakannya Fathonah bithonah Budiluhur Luhuring budi Karena Allah. Yaitu bolehnya berbohong demi kepentingan jamaah mereka,melindungi amirnya. Mereka berdalil dengan kisah berbohongnya Nabi Ibrohim ketika berkata bahwa patung besar yang telah menghancurkan patung-patung yang kecil.