Selama hampir 30 tahun di LDII, secara garis besar kami mengalami dua fase. Fase pertama adalah fase pemula, dan yang kedua adalah fase paham jamaah. Penamaan tersebut hanyalah terminologi buatan kami untuk memudahkan pembagian terkait dengan tahapan waktu selama menjadi anggota LDII.
Pada fase pemula, kami dikategorikan sebagai warga LDII yang belum banyak mengerti tentang paham jamaah, pengetahuan kami seputar syari'at agama yang kami pelajari melalui majelis-majelis LDII masih pada tahap umum. Pada fase ini, sering terdengar istilah muallaf, jama'ah simpatisan, atau jamaah belum "B" (B = Bai'at). Fase pemula ini lumrah dijalani oleh setiap anggota LDII pada masa-masa awal mengikuti kajian di majelis-majlis LDII.
Terkait dengan materi kajian, pada fase ini para simpatisan ajaran LDII akan mendapatkan materi kajian umum seperti shalat dari kitab humpunan shalat dan nawafil, dalil-dalil dari kitab himpunan adilah, hukum dari kitab himpunan ahkam, dll. Para muballigh LDII akan berusaha menyampaikan semua pembahasan kajian tersebut dengan pengertian-pengertian umum saja. Pada tahap ini biasanya simpatisan LDII akan merasa menemukan pelajaran yang baik dan menarik, khususnya bagi mereka yang sebelumnya tidak pernah belajar agama dari guru yang berkompeten dalam keilmuan. Para simpatisan itu akan mengalami tahap yang sangat membahagiakan dalam hidup mereka karena menemukan kajian yang langsung bersumber pada quran dan hadist.
Dari pengenalan pada tahap awal ini, mereka yang mulai aktif mengikuti kajian di majelis-majelis LDII akan mendapatkan kesimpulan dari para muballighnya berupa tag line "sekarang ngajinya langsung dari quran dan hadist". Dari sinilah pijakan LDII membangun kepercayaan diri bahwa LDII itu anti ro'yu, bagi orang-orang yang awam dalam agama, memang semua tampak berjalan dengan baik, semua tampak seperti pemurnian yang tidak pernah mereka temui sebelumnya. Mereka tidak peduli pada pembahasan-pembahasan yang lebih jauh, seperti sampai di mana autentifikasi ilmu yang diberikan oleh para guru berupa kemutashilannya, istimbath hukumnya, penelaahan musthalahnya, nahwu dan sharafnya, dan lain-lain.
Kami sebagai tenaga pengajar yang "mahir" dalam mentransfer ilmu "imlah" dari guru-guru kami di pondok-pondok pesantren LDII merasa heran dengan sanjungan dari murid-murid kami di LDII. Mereka begitu percaya dengan keilmuan kami, padahal kami bukanlah muballigh yang sampai menghafal berjuz-juz dari al quran, bukan pula yang mahir dalam ilmu nahwu dan sharaf, apalagi mengenai musthalah hadist dan istimbath hukum. Tetapi kami tampak begitu pandai di mata murid-murid kami, semua karena metode imlah (yang lebih dikenal manqul ala LDII) tersebut, ilmu yang kami ambil di pesantren adalah ilmu instan yakni cukup dengan mencatat semua perkataan guru kami, lalu itu pulalah yang kami sampaikan kepada murid-murid kami di tempat tugas.
Fase berikutnya adalah fase paham jamaah, tahap ini menggiring pengikut LDII pada tingkat kajian yang lebih di atas dan lebih rahasia bagi masyarakat umum bahkan terhadap sesama warga LDII yang baru berada pada fase awal. Pada fase ini pengikut LDII diperkenalkan dengan istilah-istilah baru seperti nasihat ke dalam, materi bithonah, infak persenan, bai'at, dll.
Fase berikutnya adalah fase paham jamaah, tahap ini menggiring pengikut LDII pada tingkat kajian yang lebih di atas dan lebih rahasia bagi masyarakat umum bahkan terhadap sesama warga LDII yang baru berada pada fase awal. Pada fase ini pengikut LDII diperkenalkan dengan istilah-istilah baru seperti nasihat ke dalam, materi bithonah, infak persenan, bai'at, dll.
Para muballigh yang bertindak sebagai assessor menjadi penilai kepatutan kapan jamaahnya layak diberi materi-materi fase paham jamaah, dan kapan jamaahnya cukup tetap diberikan materi-materi pengenalan orang dalam dan orang luar saja.
Ketika para muballigh LDII merekomendasikan jamaah binaannya kepada imam kelompok untuk dimasukkan pada fase kedua dengan materi kajian yang berbeda, maka pada saat itulah jamaahnya diajarkan apa yang menjadi inti dari paham LDII.
Apakah inti paham LDII itu ?
Kami akan mencoba menyampaikannya sejauh pengetahuan kami dan berusaha sejujur mungkin sehingga anda dapat memperkaya pengetahuan anda tentang LDII dan ajarannya. Sebagai orang yang pernah lama menjadi guru/muballigh di kalangan LDII, kami mendapatkan pendidikan di pondok-pondok pesantren LDII tentang materi "inti" ini. Meteri yang menyangkut hal-hal bithonah yang hanya dibuka pada jamaah-jamaah yang telah melalui fase pemula.
Landasan pokok / pijakan utama dari pemahaman LDII adalah :
1. "tidak ada islam kecuali dengan berjamaah". Maka para pengikut ajaran LDII pada tahap ini akan diberikan semacam ultimatum, bahwa islam seseorang barulah bermakna jika ia berjamaah.
2. Pada tahap ini terkadang para muballigh memberikan shock therapy kepada jamaahnya bahwa "hidup mereka / para jamaahnya masih dalam zona haram hingga mereka membaiat amir jamaah LDII"
Berangkat dari dua pokok pemahaman tersebut-lah jamaah LDII menganggap bahwa semua orang islam di luar golongannya, yakni yang tidak membaiat amirnya, adalah belum beragama islam dengan sebenar-benarnya islam meskipun mereka telah mengerjakan rukun islam dengan baik, lebih dari itu hidup mereka bahkan divonis dalam zona haram yang mati sewaktu-waktu diancam dengan neraka.
Inilah keyakinan pokok setiap warga LDII. Sejauh pengetahuan kami, dari sinilah muncul berbagai macam vonis yang dilontarkan oleh warga LDII kepada setiap individu muslim yang berada di luar golongannya. Akan datang, insyaAllah, pembahasan berupa apa saja perkara yang muncul akibat dari pemahaman tersebut.
Allahul Musta'aan...