Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Manqul, Musnad, dan Mutassil


Pada pembahasan sebelumnya telah kami sebutkan pijakan LDII dalam menjalankan akidahnya. Pijakan tersebut adalah merupakan sumber utama dari semua cabang pemikiran yang muncul di kalangan LDII. Tentu saja pijakan tersebut pun di dasarkan pada sumber yang diakui dari quran dan sunnah oleh kalangan LDII. Pada kesempatan berikutnya, insyaAllah, akan kami sebutkan sandaran utama tersebut dalam perspektif yang berbeda dengan keumuman pemahaman orang-orang LDII, mudah-mudahan bisa semakin memperkaya khasanah keilmuan kita sekalian.

Hal pertama yang muncul sebagai cabang dari pokok pemikiran di atas adalah terkait  sumber ilmu pengikut LDII. Setelah jamaah LDII melalui fase paham jamaah dengan materi kajian yang terbilang rahasia/bithonah terkait bai'at dan kehalalan hidup tersebut, maka para muballigh LDII mulai menyampaikan bahwa sumber ilmu yang shah adalah hanya dari LDII, dengan menyebutkan pondok-pondok pesantren sebagai basis rujukan ilmunya, di sana terdapat pemuka pendapat atau opinion leader bagi keilmuan mereka yang disebut dengan term ulama seratus, ulama sepuluh, paku bumi, dan guru-guru pondok pada level biasa seperti guru bujang, dll.

Jamaah LDII yang mendapat kajian-kajian fase pemantapan ini akan mendapatkan masukan-masukan dari muballighnya bahwa opinion leader di pusat adalah mereka yang keilmuannya sangat mumpuni, maka mengambil ilmu dari mereka adalah wajib, sedangkan mengambil ilmu dari selain mereka dapat mengakibatkan kesesatan dengan anggapan bahwa hanya di LDII-lah ilmu dapat diperoleh melalui jalur manqul, musnad, dan mutassil, sedangkan di luar LDII tidak ada perolehan ilmu dengan cara itu.

Pada dasarnya istilah manqul, musnad, dan mutassil ini adalah terminologi agama yang dikenal di dunia islam secara umum, yang dipinjam oleh muballigh-muballigh LDII untuk menguatkan anggapan bagi jamaahnya bahwa ilmu yang baik sumbernya hanyalah yang diperoleh dari kalangan mereka saja, karena istilah-istilah tersebut hanya ada dan diterapkan di kalangan LDII saja, sehingga timbul kesan di kalangan internal LDII bahwa semua bentuk keilmuan di luar mereka adalah batal dan tidak memenuhi standardisasi keilmuan yang baik.

Namun apakah betul maksud pengklaiman istilah manqul, musnad, mutassil tersebut sesuai dengan maksud penamaannya?

Coba anda perhatikan sekitar anda, bagi anda muballigh yang aktif di LDII dapat mendeteksi ini dengan mudah, ketika anda sekalian memperoleh ilmu dari guru yang juga memiliki isnad dan mengajarkannya dengan manqul, dan juga mutassil, namun  pada kenyataannya berbeda atau menyelisihi pemahaman keilmuan mereka yang ada di pusat, maka ilmu anda yang juga manqul, musnad, dan mutassil itu akan divonis sebagai ilmu yang tidak benar.

Perhatikan lagi, ketika ulama di luar LDII memberikan nasihat baik melalui TV, radio, internet, dll maka kecenderungan warga LDII yang telah paham dengan materi pemantapan di atas (tentang keilmuan yang shah hanyalah dari kalangan mereka, karena telah melalui metode yang  terstandardisasi) akan mengatakan bahwa semua perkataan da'i di luar LDII itu bukanlah sesuatu yang valid dari tinjauan keilmuan quran dan sunnah. Semudah itu! dan tanpa perlu menyimak konten dakwahnya, isi nasihatnya, atau materi kajiannya. Semua dengan alasan bahwa selain ulama LDII maka ilmunya tidak sah, tanpa perlu pembuktian - langsung dijatuhkan vonis tidak manqul, musnad, dan mutasil.

Bahkan, ketika beberapa teman kami yang menunaikan ibadah haji dan atau umrah ke Saudi Arabia, lalu menyempatkan mengikuti majelis ilmu  dari guru-guru di Masjidil Haram melalui halaqoh-halaqoh mereka, dan kembali ke Indonesia dengan membawa sedikit ilmu yang diperoleh dari Makkah tersebut, tetap saja ilmu itu akan dianggap keliru jika pada kenyataannya menyelisihi keumuman paham guru-guru besar LDII.

Maka pertanyaannya adalah, lalu apa maksud penamaan manqul, musnad, dan mutasil itu? jika seorang jamaah LDII yang memperoleh ilmu dari guru yang telah sesuai dengan kriteria term manqul, musnad, dan mutassil, itu juga harus dikatakan batal ?

Apa sebenarnya isu sentralnya (central issue)? kriteria perolehan ilmu-kah? atau sama atau tidaknya ilmu  dengan pemahaman guru-guru besar di LDII?

Begitu mudah bagi warga LDII untuk mengatakan bahwa semua ulama' di luar LDII tidak memiliki ilmu yang murni, bahkan anda masih bisa mendengar dari kalangan muballigh yang mengatakan bahwa kemurnian bahkan tidak terdapat di Arab Saudi kini, artinya bahwa kemurnian ilmu hanya ada pada LDII, dengan demikian turunlah tag line baru "jika mau beramal dari ilmu yang murni maka ambillah dari pusat ilmu di LDII"

Maka, tampak bahwa penyempitan makna sumber kemurnian ilmu dengan mengatas-namakan terminologi yang dikenal dalam istilah agama, yaitu manqul, musnad, mutasil, ini bertujuan agar setiap individu dari warga LDII hanya mau mengambil ilmu dari kalangan internal LDII saja, dan alergi terhadap semua ilmu dan pandangan keilmuan dari ulama-ulama di luar mereka, meskipun diperoleh dengan standarisasi manqul, musnad, dan mutassil.

Kami yang pernah lama menjadi muballigh di LDII mendapatkan pembekalan dari pusat bahwa ilmu yang shah adalah ilmu yang berasal dari kalangan internal LDII, dan ilmu yang berasal dari kalangan luar LDII adalah ilmu yang batal betapapun bagusnya, karena keberadaan manusia di luar LDII menyebabkan ketidak-halalan hidup mereka, maka keilmuan dan segenap kehidupannya pun tidak halal. Maka muncullah jargon "hidupnya saja tidak halal, maka untuk apa mengambil ilmu dari mereka?"

Kami memohon ampunan kepada Allah dari kekeliruan yang pernah kami perbuat. Mengatas-namakan manqul, musnad, dan mutasil, untuk mewajibkan murid-murid kami mengambil ilmu hanya dari kami dan meniscayakan kebathilan ilmu dari selain kami.

Kami memohon ampunan kepada Allah, atas kekeliruan yang pernah kami perbuat. Mewajibkan murid-murid kami mengambil ilmu dari kami agar kami mudah mengendalikan mereka.

Semoga Allah memberi keikhlashan kepada mantan murid-murid kami di LDII untuk memaafkan kami yang telah mengajarkan begitu banyak kekeliruan kepada mereka karena keterbatasan ilmu kami. Semoga mereka kembali kepada jalan yang lurus, jalan yang lebih luas dan yang lebih mudah.


Allaahul Musta'aan