Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Mereka Terkadang Shalat Hifdhi Di Setiap Malam Jum'at / Hari Jum'at

Menghafal Al-Qur’an merupakan perkara yang ma’ruf dikalangan ahli ilmu, mereka senantiasa menghafal dan mempelajari Al-Qur’an sebelum menyebut-nyebut hadits. Bahkan sebagian lagi mewajibkan muridnya untuk menghapal al-Qur’an sebelum membacakan kitab-kitab sunnah kepadanya.Tetapi, shalat untuk menghafal Al-Qur’an (Hifdhi) yang dikenal para penghapal tidak dikeluarkan oleh dalil yang kuat kecuali oleh hadits maudhu (palsu).
Yaitu menggunakan hadits :
عن بن عباس أنه قال بينما نحن عند رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ جاءه علي بن أبي طالب فقال بأبي أنت وأمي تفلت هذا القرآن من صدري فما أجدني أقدر عليه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا أبا الحسن أفلا أعلمك كلمات ينفعك الله بهن وينفع بهن من علمته ويثبت ما تعلمت في صدرك قال أجل يا رسول الله فعلمني قال إذا كان ليلة الجمعة
Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, sesungguhnya beliau berkata, “Suatu ketika kami disisi Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam, ketika itu datang Ali ibn Abi Thalib, lalu Ali radhiyallahu’anhu berkata, “Dengan Bapakku Engkau dan Ibuku, telah hilang (hapalan) Al-Qur’an dari dadaku, sehingga aku benar-benar tidak menguasai al-Qur’an”. Berkata Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam, “Ya Abu Hasan, maukah engkau aku ajari suatu kalimat yang memberi manfaat Allah dengan kalimat itu sehingga kamu tidak akan mudah lupa pada apa-apa yang telah engkau pelajari?”. Ali berkata, “Ajarilah aku ya Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam”. Nabi shallallahu’alaihi wasalam bersabda, “Ketika tiba malam jum’at… dan seterusnya sebuah hadits yang panjang”. 
Hadits ini mungkar bisa jadi maudhu. Dikeluarkan oleh para ahli hadits, dari jalan Sulaiman ibn Abdurrahman Ad-Dimasyqi dari Walid ibn Muslim, menceritakan kepada kami Ibn Juraij dari Atho ibn Abi Rubaah dan Ikrimah maula Ibnu Abbas dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, yaitu oleh Imam Tirmidzi dalam Sunannya (5/363) no. 3570, pada bab : باب في دعاء الحفظ . Beliau berkata, “Hadits ini hasan gharib, tidak dikeluarkan kecuali dari hadits Al-Walid ibn Muslim”, Imam Al-Khathib dalam Al-Jami’ li Ahlaq Ar-Rawi wa Adab As-Sami’ (2/259) no. 1792 dan Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak pada bab: من كتاب صلاة التطوع (1/461) no. 1190, di akhir hadits beliau berkata, “Shahih dengan syarat syaikhain”. Dan hadits ini tidak seperti yang dikatakan oleh Tirmidizi atau Al-Hakim, bahkan didalamnya terdapat Walid ibn Muslim dia mudalis seperti yang ma’ruf. Syaikh Al-Muhadits Al-Albani mengatakan dalam Silsilah Adh-Dha’ifah (7/382) no. 3374, bahwa hadits ini dikeluarkan juga oleh Al-Ashbahani dalam At-Targhib (127/2), Ibnu Atsakir dalam Juz’a Akhbar Hafidz Al-Qur’an (Q 84/2-86-2) dan Adh-Dhiya dalam Al-Mukhtarah (65/64/1-2) dari jalan yang sama. Beliau berkata, “Hadits ini mungkar, sedangkan dalam Dha’if Sunan Tirmidzi beliau berkata, “Maudhu”. Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal jilid 2 biografi no. 3487, menyebutkan hadits ini sambil berkata, “Hadits ini mungkar sekali”.
Hadits ini sama sekali tidak bisa dikuatkan oleh hadits lain yang dikeluarkan dari jalan Muhammad ibn Ibrahim Al-Qurasiyu, menceritakan kepada kami Abu Shalih dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, semisal hadits diatas, bahkan justru menguatkan kepalsuan hadits diatas. Hadits itu dikeluarkan oleh Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wa Lailah no. 572, Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (11/367) no. 12036 dan Al-Aqili dalam Dhu’afa Al-Kabir (7/346) no. 1721.
Di dalam sanadnya terdapat Abu Shalih, dia adalah Ishaq ibn Najih Al-Malathi dia ini tertuduh telah berdusta. Ahmad ibn Hambal, Ibnu Ma’in dan selain mereka menganggapnya pendusta. Bukhari berkata, “Mungkarul hadits”. Nasai berkata, “Matrukul hadits”. Dia ini pernah mengaku meriwayatkan dari Ibn Juraij, maka bisa jadi dia lah pembuat hadits shalat hifdzi ini yang kemudian dikutip Walid ibn Muslim, wallahu’alam.
Sedangkan, pendapat kami dalam melemahkan hadits hifdhi sesungguhnya telah disepakati oleh banyak ahli hadits terdahulu. Diantaranya Al-Mundziri dalam At-Targhib, Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan, Ibnu Jauzi dalam Al-Muadhu’ah, Al-Albani dalam Adh-Dhai’fah dan lain-lain. Sedangkan tentang penguatan yang dilakukan oleh Tirmidzi dan Al-Hakim, tidak dianggap, sebab mereka dikenal dikalangan ahli hadits terlalu menggampangkan (mutasahil), wallahu’alam.www.rumahku_indah.blogspot.com