Saya merasa perlu menanggapi keberatan ataupun umpatan atas tulisan saya di Republika dengan judul "Aliran Sesat" beberapa waktu lalu. Ketika membaca surat pembaca di Republika yang berjudul 'Penjelasan Mengenai LDII" saya tidak kaget. Saya baru Njumbul -- meminjam istilah Ulin -- ketika membaca pesan di Guestbook Blog saya ini. Wah, saya dibilang Keparat. Saya Insha Allah bukan keparat Mas. Justru semua ini saya dasarkan atas kecintaan saya kepada sesama Muslim. Saya merasa sedih melihat saudara-saudara saya ditipu. Berikut ini saya posting surat jawaban untuk penanggap yang saya kirimkan ke Republika kemarin.
Coretan ini menanggapi "keberatan" pembaca mengenai tulisan saya di republika online tanggal 19 oktober 2006 berjudul Aliran Sesat. Tanggapan tesebut dikirimkan oleh saudara Sudarmo tanggal 31 Oktober 2006 dengan judul Penjelasan Soal LDII. Memang sangat baik jika kita selalu berusaha menjalankan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Mengaji Alqur'an dan Hadist menjadi kewajiban kita semua ummat Islam. Sebagaimana yang dilakukan oleh Saudara Sudarmo selama dua puluh tahun ini.
Sudarmo juga mengatakan bahwa sebaiknya kita mencari tahu kebenaran mengenai LDII langsung kepada sumbernya. Masalahnya adalah jurus taqiyah yang digunakan oleh LDII itu sendiri. Taqiyah, yang sebenarnya sudah sejak zaman dulu digunakan oleh beberapa kelompok Syi'ah yang menyimpang ini membenarkan suatu kelompok untuk tidak mengungkapan ajaran yang sebenarnya dari kelompok tersebut kepada orang luar. Logikanya, apa yang membuat suatu kelompok merahasiakan ajarannya kalau bukan karena takut ketahuan penyelewengannya? Kesesatannya?
LDII dalam situs resminya juga mengatakan bahwa mereka tidak ada hubungan dengan Islam Jama'ah yang pernah dilarang di Indonesia. Sekali lagi ini adalah taqiyah. Kenyatannya, LDII itu ya Islam Jama'ah, ya LEMKARI, ya Darul Hadis. Kelompok dan orangnya itu-itu juga. Saya masih ingat betul di kampung saya dulu di dekat sekolah SD saya ada sekelompok orang mendirikan sebuah masjid atau langgar. Dulu papan yang ada di depan langgar tersebut bertuliskan LEMKARI. Sekarang di tempat yang sama itu tulisannya menjadi LDII. Orang-orang ini dari dulu hingga sekarang tidak pernah ikut sholat jum'at di masjid yang telah ada sebelumnya. Padahal tempatnya masih sangat cukup untuk menampung mereka. Ada apa gerangan? Apakah menurut mereka yang sholat di masjid lain itu bukan muslim? Sholat bersama mereka tidak sah? Kenapa mereka sangat ekslusif? Saudara Sudarmo bisa menjelaskan?
Sekitar tahun 1998, saya berkunjung ke rumah seorang kawan yang drop out dari pesantren karena disuruh orang tuanya untuk tidak meneruskan belajar di pesantren kami. Kawan saya ini tinggal di kota Malang. Karena saya menginap di rumahnya, kami banyak mengobrol tentang segala hal. Akhirnya kawan saya ini bicara tentang LDII dan bahwa dirinya sekarang menjadi anggota LDII. Rasa penasaran saya mengenai LDII membuat saya tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam. Setelah lama kami berdiskusi sampai larut malam, dan setelah kawan saya memberitahu kepada tentang prinsip taqiyah dan saya sendiri menunjukkan seolah-olah akan ikut ajaran LDII, akhirnya kawan saya ini bersedia menunjukkan sebuah buku yang menerangkan tentang apa sebenarnya ajaran LDII ini.
Malam itu juga saya baca semua isi buku tersebut. Buku itu ddiawali dengan nash-nash mengenai Imamah. Suatu dalil naqli yang menyatakan bahwa Islam seseorang tidaklah sempurna jika dia tidak hidup dalam suatu jama'ah dan berbaiat kepada seorang amirul mukminin. Ada hadis yang menyatakan bahwa tidak ada islam (yang benar) kecuali dengan adanya jama'ah, dan tidak ada jama'ah kecuali dengan adanya imamah, dan imamah tidak sah jika tanpa bai'at, selanjutnya bai'at tidak berguna jika tidak ada ketaatan kepada sang amir. Dikutip juga dalam buku tersebut hadis mengenai seseorang yang meninggal dunia sebelum dia menjadi anggota jama'ah, atau keluar dari jama'ah. Orang yang demikian ini dianggap mati dalam keadaan jahiliyah. Sesat dan Kafir. Buku tersebut disusun dengan bahasa yang sangat meyakinkan sehingga pembaca yang awam mengenai Islam sangat mudah tertipu.
Pembaca awam pasti akan terusik hatinya dan akhirnya termakan oleh ajaran tersebut. Seorang muslim pasti takut mati dalam keadaan jahiliyah dan kafir. Dan buku tersebut menawarkan solusi "redemption". Yaitu melakukan bai'at. LDII dalam situs resminya mengatakan bahwa organisasi tersebut didirikan sekitar tahun 1972. Tapi buku yang saya baca tersebut mengatakan bahwa Imam atau Amir pertama mereka dibai'at sekitar tahun 1948, saya kurang yakin mengenai tahun yang pasti. Mereka mengatakan bahwa sebelum Imam mereka dibai'at, belum ada seorang muslim di Indonesia yang diangkat sebagai pemimpin muslim dan dibai'at menjadi amirul mukminin.
Loh, yang benar yang mana? Tahun berapa sebenarnya gerombolan ini berdiri? Lagi-lagi dengan prinsip taqiyah, gerombolan ini tidak akan mau mengungkapkan mana yang benar. Di dalam "buku panduan" LDII tersebut juga dilampirkan foto kopi surat bai'at. Surat pernyataan seorang anggota untuk masuk dalam jama'ah mereka. Untuk menjadikan sang pemimpin gerombolan sebagai amirul mukminin. Tapi mereka dengan berbohong mengatakan bahwa LDII tidak ada hubungan apa-apa dengan Islam Jama'ah. Amir yang ada sekarang ini adalah anak dari amir sebelumnya yang telah meninggal dunia. Kalau memang yang mereka ajarkan itu adalah khilafah dan imamah yang haq, kenapa khilafah bisa diwariskan? Ingin membuat kerajaan? Negara dalam negara? Hadis dan ayat-ayat yang dinukil dalam buku tersebut memang sahih. Hanya pemaknaannya saja yang diselewengkan oleh para pemimpinnya untuk menipu anggotanya.
Bulan Juni yang lalu saya pulang ke Indonesia. Di rumah saudara di Jakarta saya bertemu seorang famili dari kampung. Beliau menceritakan permasalahan yang beliau alami dan meminta pendapat dan penjelasan dari saya. Beliau bercerita bahwa selama ini diajak oleh anaknya mengaji di LDII. Namun akhir-akhir ini didesak oleh sang anak untuk menjadi anggota dengan melakukan bai'at. Famili saya ini bingung. Beliau melihat banyak perilaku aneh dari anaknya. Menurut famili saya ini memang dalam hal sholat, wudhu, yang diajarkan oleh LDII sama seperti yang beliau lihat dilakukan oleh orang arab di Makkah ketika Haji. Tapi beliau merasa aneh, kenapa anaknya ini tidak mau melayat kalau ada tetangganya yang muslim meniggal dunia. Ataupun kalau melayat, kelihatan tidak ikhlas. Kalau yagn meninggal adalah orang LDII pasti melayat apapun keadaanya dan betapapun sibuknya. Beliau juga bertanya-tanya kenapa anaknya ini bersikap lain terhadap orang-orang Islam yang bukan anggota LDII. Beliau bingung mengapa dirinya yang sudah ikut mengaji dan melakukan ibadah seperti yang diajarkan oleh Al-Quran dan Hadist, masih juga harus menjadi anggota ? Apakah menajalankan ibadah seperti yang diperintahkan saja tidak cukup untuk menjadi Muslim? Dari situ beliau merasa aneh dan sampai sekarang tidak mau bergabung.
Beliau juga menceritakan bahwa belum lama ini telah terjadi penipuan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang petinggi LDII. Sang penipu mengumumkan kepada anggotanya bahwa Organisasi mendapatkan tender dari Pemda Jatim dalam bidang kelistrikan.
Para anggota dijanjikan keuntungan yang sangat besar jika mau ikut mendanai proyek tersebut. Akhirnya banyak anggota yang menjual barang-barang berharga miliknya untuk bisa menyetor uang. Merekapun berhasil mengumpulkan uang tidak kurang dari satu trilyun rupiah. Namun setelah beberapa bulan, sang petinggi ini kabur. Banyak anggota yang stress, gila, bahkan bunuh diri. Namun kejadian ini tertutup dan tidak diketahui orang luar. Karena famili saya ini punya beberapa anak yang menjadi anggota LDII, beliau tahu tentang hal ini dan menceritakannya kepada saya.
Perlu saya jelaskan bahwa pembicaraan saya mengenai LDII di sini ataupun pada tulisan berjudul "Aliran Sesat", sama sekali bukan karena kebencian yang membabi buta. Ini saya lakukan justru karena kecintaan saya kepada saudara-saudara seagama. Saya sedih melihat mereka ditipu. Saya juga tidak anti perbedaan. Saya anti penipuan dan penyesatan. Mungkin begini saja, kalau para penipu di LDII merasa tidak melakukan penyelewengan dan penipuan, kita lakukan Mubahalah saja.
Muhammadiyah tidak ekslusif atau menutupi ajarannya, NU juga tidak, dan Persis juga tidak. Adapun LDII sangat terkenal dengan ekslusivitas dan penipuannya. Mari Kita melakukan mubahalah, dan berdoa bersama kepada Allah untuk menghukum dan menghancurkan fihak yang menipu, di dunia dan di akhirat. Kita serahkan kepada Allah hukuman apa yang akan diberikan kepada yang jahat dan menipu. NU pasti berani, Muhammadiyah dan Persis juga. Bagaimana dengan LDII?